Jumat, 18 Oktober 2013

Belajar Bahasa, Belajar Budaya

Oleh: Zuraida

Ini adalah catatan yang tertinggal dari sekeping pengalaman hidup yang baru saja sempat aku tuliskan dalam hal belajar berbahasa. Pada bulan September 2013 yang lalu, aku mendapatkan sebuah kesempatan untuk menjadi penterjemah dalam salah satu proyek yang diadakan oleh ACHMEA Belanda dengan salah satu rekannya analis konflik dan ketahanan terhadap bencana-aku bingung menyebutkan istilah tepatnya dalam bahasa Indonesia-namun, setidaknya begitulah profesi rekannya secara terminology. Mereka berdua (Mr. Pieter dan Ms. Melanie) datang ke Kalimantan Barat untuk sebuah observasi awal salah satu lembaga keuangan yang cukup besar pangsa pasarnya di Kalimantan Barat. Lembaga mereka akan memberikan bantuan kepada lembaga keuangan tersebut sehingga mereka memerlukan studi awal mengenai kemungkinan dan efektivitasnya, kira-kira begitu. Mereka menghabiskan waktu semingggu di Kalimantan Barat, dua hari di Sintang dan sisanya di Pontianak. Kebetulan aku berkesempatan menemani observasi mereka dua kali di Pontianak untuk dua lembaga keuangan sejenis yang sedang mereka pelajari.

aku dan Melanie....

Peranku di situ adalah sebagai seorang penterjemah. Sebelumnya, aku sudah pernah menterjemahkan sebanyak dua kali, tapi tidak pernah melakukannya seorang diri. Jadi, ini adalah kesempatan pertamaku menterjemahkan seorang diri. Pertemuan pertama antara aku, Mr. Pieter dan Ms. Melanie berlangsung di salah satu hotel bintang tiga di Pontianak. Pertemuan pertama kami membahas tentang peranku di sana dan sedikit banyak mengenai tema yang akan mereka bahas dengan kedua lembaga keuangan yang akan mereka temui. Aku mendapat gambaran yang lumayan jelas saat itu untuk membuatku mempersiapkan diri. Setidaknya tema yang akan mereka bahas adalah tentang ekonomi, koperasi dan lembaga keuangan.
Awalnya aku sangat antusias. Setelah pertemuan pertama kami tersebut, aku memiliki waktu dua hari untuk mempersiapkan diri karena dua hari itu mereka memiliki agenda ke Sintang. Hal pertama yang aku lakukan adalah mencari sebanyak mungkin informasi penting mengenai perusahaan mereka di internet. Aku mempelajari sejarahnya serta karakteristik di bidang apa perusahaan mereka bekerja hingga aku bias memahami secara umum tujuan mereka melakukan observasi awal di Kalimantan. Bagiku, ini akan membantuku memahami perspektif mereka dan akan membantu saat aku menterjemahkan untuk orang-orang dari lembaga keuangan di Pontianak yang akan mereka temui. Kedua, yang kulakukan adalah membaca sebanyak mungkin artikel berbahasa inggris terkait dengan isu-isu seputar ekonomi, koperasi dan lembaga keuangan. Hal ini akan membantuku menjadi lebih familier dengan kemungkinan istilah-istilah yang akan mereka gunakan nanti. Ketiga, aku mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai lembaga keuangan di Pontianak yang akan mereka observasi, thanks God, lembaga keuangan itu memiliki website untuk informasi-informasi mereka. Saat itu, aku sudah merasa siap.

aku dan Pieter......

Tekanan semakin besar pada hari H. Aku kembali bertemu Pieter, Melanie dan orang-orang dari lembaga keuangan yang akan mereka observasi. Ini adalah yang pertama kalinya dan aku ingin melakukannya dengan sebaik mungkin. Namun, justru perasaan tertekan itu membuatku menjadi tidak focus dan kehilangan konsentrasi—konsentrasi adalah yang terpenting pada saat oral translation—ingat itu. Pertemuan pertamaku tidak begitu berjalan mulus, aku kesulitan mengenali beberapa istilah spesifik, dalam hal ini kamus dan istilah terminology kurang membantu. Belakangan setelah kuliah, aku baru sadar bahwa sociolinguistics itu sangat penting dalam proses penterjemahan langsung maupun tidak langsung. Upayaku mengumpulkan informasi mengenai perusahaan Pieter dan Melanie dan lembaga keuangan yang mereka teliti pada saat itu benar-benar sangat membantu. Hal tersebut memberiku cukup informasi dan pengalaman dalam menterjemahkan. Hari kedua berjalan jauh lebih baik dan lebih lancer karena aku telah lumayan terbiasa dan memiliki cukup banyak informasi yang kubutuhkan untuk menterjemahkan, tidak hanya kosakata yang aku temui di kamus.
Satu hikmah terpenting yang dapat aku pelajari dari pengalaman tersebut adalah berbahasa itu sangat erat sekali hubungannya dengan berbudaya. Memahami bahasa tidak hanya tentang arti setiap kata yang bias kita lihat di kamus atau memiliki makna terminology. Namun bahasa itu lebih rumit dari itu. Jika kita tak dapat menemukan makna terminology yang membuat kita paham mengenai sebuah kata, maka kita dapat memahaminya melalui kumpulan pengalaman dan informasi yang telah ada sebelumnya di dalam lingkungan dimana bahasa tersebut digunakan—dan aku mengartikannya sebagai budaya. Berbahasa yang baik itu sekaligus berbudaya, mengucapkannya kemudian melakukannya, karena bahasa itu sendiri adalah produk budaya. Maka, jangan menjadi terlalu khawatir ketika kita mempelajari budaya asing dan terkontaminasi budayanya, karena demikianlah seharusnya…belajar bahasanya dan pelajari juga budayanya, maka kita dapat berkomunikasi menggunakan bahasa tersebut dengan baik.


Pontianak, 19 Oktober 2013


DOA

Oleh: Zuraida

Harapanku mengalir
Bagai air
Menuju muara yang tiada akhir
Keinginanku terucap
Penuh harap
Dalam rintihan-rintihan senyap
Aku terhanyut dalam kelam,
Menengadahkan tangan, menatap alam
Dengan lantunan doa di tengah malam
Aku bersatu dalam harap yang mendalam
Akankah dia merasa iba
Akankah dia mendengar setiap doa
Akankah dia member sedikit cinta
Akankah dia menghapus sederet duka
Wahai Yang Maha Kuasa…..
Aku menghatur seuntai doa
Yang keluar dari lubuk dosa
Aku menengadahkan tangan dan muka
Dengan raut sengsara
Aku berharap dengan air mata
Yang dikikis oleh tangan-tangan derita
Aku meminta pada-Mu yang Maha Perkasa
Meminta setetes iba….
Kabulkanlah doa hamba
Pontianak, 3 Februari 2004-di sekolah

Kamis, 17 Oktober 2013

NOT BAD......

Ini teman-teman kuliahku yang inspiratif..... :)



27 September 2013. Hari ini adalah hari pertama perkuliahanku di S2. Sebenarnya bukan resmi perkuliahan perdana karena matrikulasi telah selesai saya ikuti dua minggu yang lalu. Tapi tetap saja rasanya ada yang berbeda. Jika matrikulasi tidak mampu benar-benar saya nikmati karena terlampau shock dengan “issue” baru yang akan saya hadapi dan bahasa pengantar yang –bukan bahasa sehari-hari—tidak seperti perkuliahan saya yang dulu, serta adaptasi yang sangat sulit bagi pribadi introvet seperti saya, namun pada perkuliahan pertama pasca matrikulasi ini, saya sudah merasa sedikit enjoy. Memang, terlalu cepat untuk dapat dikatakan telah terbiasa mengingat begitu banyak hal dan kebiasaan baru yang (harus) saya pelajari dalam enam hari matrikulasi. Tapi, lumayan juga, enam hari matrikulasi kami sudah menghasilkan dua tulisan “critical review” walaupun belum layak disebut demikian karena isinya kebanyakan resume dengan sedikit kritik dangkal di ujung. Tapi yaa….alhamdulillah… not bad buat pemula seperti saya. Bagaimanapun yang terpenting menurut Pak Ardi (dosen kami), kami dapat menjadi pribadi yang berbeda  setelah mengikuti perkuliahan S2 ini InsyaAllah… J
Saat saya sedang mengetik tulisan ini sebetulnya saya sedang menunggu magrib di mushallah kampus.  Well, bagaimanapun juga kendala yang paling saya hadapi selama di sini, selain permasalahan adaptasi materi perkuliahan tingkat akut dan bahasa pengantar perkuliahan yang 99% berbahasa inggris—yang kadang-kadang ada satu atau dua kata yang tidak saya mengerti—adalah masalah pergaulan. Ini menjadi masalah yang lumayan serius juga, di manapun saya berada. Saya ini merasa kurang pandai dalam bergaul, berbasa-basi, bertegur sapa dan sebagainya. Ya, memang ini masalah saya dari dulu, mau bagaimana lagi. Tapi, jujur saja kelasnya menyenangkan, orang-orangnya juga ramah-ramah, kecuali saya yang kurang ramah (sambil ngakak).  Teman-teman yang lain kelihatannya sudah biasa bergaul dengan leluasa. Jalan bersama, makan bersama, tertawa bersama, seperti sudah bertahun-tahun saling mengenal. Tapi apapun masalah adaptasi yang saya rasakan tidak akan menyurutkan semangat saya untuk tetap berjuang supaya bisa berkuliah dengan selamat dan tidak terlalu mengulur waktu. Amin. Aminkan! J
Mata kuliah pertama hari ini adalah Academic Writing and Presentation yang diampu oleh dua orang dosen mumpuni (menurut saya). Beliau berdua lulusan luar negeri. Bahkan salah satunya, saya pernah menggenggam sertifikat gelar doktornya dari Australia dan mematut-matutnya di depan cermin berharap suatu saat nama saya yang tertera disitu—saat itu saya benar-benar terinspirasi dan sangat ingin seperti itu, insyaAllah suatu saat nanti. Hari ini yang saya dapatkan adalah motivasi untuk menulis dan menulis setelah membaca dan membaca lebih banyak lagi—karena tanpa itu tidak mungkin kita bisa menghasilkan tulisan yang baik dan bermutu.  Tugas yang (mungkin) berat di mata saya sebelumnya bisa saya maknai menjadi tugas yang merupakan tantangan bagi saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Jadi intinya ya…menulis, menulis, menulis….kemudian….membaca, membaca, membaca, membaca, membaca, membaca, membaca. Mau tidak mau. Suka tidak suka. Okelah…Yakin Usaha Sampai!