Minggu, 20 November 2011

AKAD NIKAH MELAYU PONTIANAK (SEPUPUKU)


Hari dimana aku adalah milikmu dan kamu adalah milikku…..
Seluruh alam menjadi restu dan syahdu…
Seluruh sekat-sekat perbedaan menjadi luntur..
Jarak menjadi tak berarti…
Hari itu, aku menanti di atas mahligai,
Menanti kau menjemputku dengan segala ikhlas dan kerelaan.
Ketika kau raih tanganku, maka tulang rusuk ini akan menemukan pemiliknya.
Tiba-tiba saja aku jadi puitis dan melankolis. Hatiku dipenuhi oleh cinta dan cinta yang aku punya ini rasanya ingin aku bagi pada siapa saja yang kusayangi. Maklum, tadi pagi baru selesai menyaksikan akad nikah sepupu.
Pagi ini hujan turun dengan deras dan alot. Aku yang sudah semangat dari tadi malam untuk menyaksikan akad nikah sepupu, mendadak malas. Suasana pagi yang dingin, ditambah selimut tebal yang hangat, melahirkan sebuah konspirasi yang berhasil menghalangi siapa saja untuk ke kamar mandi. Berjam-jam lamanya aku membujuk tubuhku yang malas untuk keluar dari jeratan selimut hangat. Akhirnya aku berhasil.
Beranjak siang, hujan mulai menipis, bahkan hanya gerimis yang tersisa melatari suasana tengah hari di Kota Pontianak. Namun, hal tersebut tetap menjadi kendala teknis pada acara akad nikah sepupuku. Mempelai prianya yang berdomisili di Wajok akhirnya tiba di halaman rumah sepupuku tepat saat azan zuhur berkumandang. Padahal rencana awal, jam segitu searusnya akad nikah sudah berlangsung. Namun, ketelatan itu tidak berdampak signifikan. Para hadirin dan tuan rumah sudah memaklumi tanpa perlu bertanya karena alotnya hujan dari tadi pagi.
Saat yang dinanti-nantikan pun tiba (terutama oleh sepupuku). Akad nikah cara melayu Pontianak. Tapi bagiku tidak begitu Melayu benar. Melayu modernlah. Prosesinya cukup sederhana. Mempelai pria dating, dibelakangnya beriringan barang-barang hantaran yang dibawa oleh kaum kerabat mempelai pria. Sesampainya di ruangan akad, barang-barang hantaran diletakkan ditengah-tengah para hadirin yang duduk melingkar, tepat dihadapan mempelai pria dan pak penghulu.  Sebelum barang-barang hantaran tersebut diserahkan, maka dari pihak mempelai pria dan wanita akan berbalas pantun yang intinya serah terima hantaran. Setelah prosesi itu barang hantaran resmi menjadi milik mempelai wanita dan dipindahkan ke ruangan yang telah disediakan oleh pihak mempelai wanita. Setelah itu, kedua mempelai menjalani sejenis prosesi meminta restu secara simbolis kepada kedua orang tua mereka, sebelum akhirnya akad dilaksanakan. Selesai akad dan acara penutup, mempelai kemudian duduk di pelaminan, dilanjutkan dengan prosesi cucur air mawar. Pada prosesi ini tangan kedua mempelai akan dicurahi air mawar yang telah disediakan. Orang-orang yang mencurahi air mawar tersebut adalah orang-orang yang dituakan dari kalangan kerabat kedua mempelai. Setelah itu, mulailah acara resepsinya. Sederhana, tapi tetap mengandung nilai-nilai learifan local yang menawan.
Berikutnya, aku berharap bias menyaksikan prosesi pernikahan adat dan budaya lain. Pasti menarik dan sudah pasti indah.

God, I'm in Love


Tuhan, aku pikir aku telah jatuh cinta. Tiba-tiba saja rasanya aku seperti telah menemukan sosok yang aku cari. Aku baru melihatnya sekarang, padahal telah lama aku bersamanya. Aku yakin aku tela benar-benar jatuh cinta. Bagaimana ini, Tuhan. Aku senang sekaligus takut. Aku senang bahwa akhirnya aku menemukannya. Tapi aku takut, karena aku takut patah hati.
Dia. Tidak mudah untuk mencintainya, menaruh percaya atas hatiku yang rapuh dan mudah pecah. Dia tidak bersinar seperti pangeran-pangeran terdahulu yang sempat mampir dan menyilaukan mataku. Tapi entah mengapa, ada sesuatu pada kedalaman hatinya yang mengetuk hatiku untuk mengenalnya lebih jauh. Sehingga, meski ia bukan pangeran impianku, pintu itu tetap terbuka baginya.
Aku tahu ia berbeda. Meski mereka mengatakan ia tak pantas untukku. Meski anak pikiranku berbisik bahwa ia sama sekali tak punya cahaya yang mampu menyilaukan mataku. Tetap saja, ada sesuatu disana yang memanggilku untuk melihat kedalaman hatinya. Sesuatu yang tak mampu aku jelaskan pada mereka, sesuatu yang tak mungkin dapat mereka mengerti.
Aku yakin aku tidak salah dengan membiarkan ia hadir dalam hari-hariku, dalam rutinitasku, hingga akhirnya aku terbiasa. Aku merasa kehilangan ketika satu hari saja aku tak dapat menemukannya di hariku. Bahkan seringkali aku mengharapkan kehadirannya lebih, semakin hari berharap semakin lebih.
Tuhan, kau tahu bahwa kepadanya aku tak pernah melihat dengan mata, mengukur dengan angka-angka atau memahami dengan kata-kata. Ada sesuatu tentang dia yang membuatku merasa bahagia. Sepotong makna tentang “bahagia”, bagiku, bukanlah hari-hari penuh tawa, detik-detik tanpa air mata dan kecewa ataupun setiap saat melulu tentang cinta. Bukan. Dia dan hari-hariku, membuatku merasa betah dan mampu menjadi diriku sendiri. Bagiku dia selalu memahami, meski tak melulu menyetujui.
Ya Tuhan, mungkin inilah yang orang-orang namai dengan jatuh cinta. Malam ini, aku melihat dia dengan utuh. Sesuatu itu telah dapat aku lihat, nyata. Aku dan dia memang berbeda seperti angka 1 dan angka 0, tapi malam ini aku menyadari benang merah yang mampu menjadikan kami angka 10, yaitu mimpi. Kami sama-sama pemimpi. Bergerak, berbuat dan berjuang dengan bahan bakar mimpi. Pangeran seperti itu yang aku cari. Pangeran yang tidak mewarisi mahkota ayahnya. Pangeran yang turun berperang dalam realitas dunia, dengan tameng baja dan pedang semangat, menghunus ke  arah rintangan yang menghalangi langkahnya. Pangeran yang pada akhirnya akan bertahta pada singgasana mimpi yang ia perjuankan dengan darah dan air matanya sendiri. Pangeran yang gagah karena kegagahannya lahir dari integritas dan prinsip. Pangeran yang tangguh karena kemampuannya menjaga amanah dan komitmen. Pangeran, yang mungkin, seperti dia.
(catatan sedang ingin romantis…….)

Sabtu, 10 September 2011

CURRICULUM VITAE

Name               : Zuraida, SE. I
Home Adress  : Jl. Tabrani Ahmad Komp. Graha Bumi Khatulistiwa3 Blok F No.16
Phone number : +6285245152467
Email               : zuraida.thamrin@gmail.com

Date of Birth   : August 27, 1987
Place of Birth  : Pontianak
Religion           : Islam
Status              : Singel


Educational Qualifications:
Elementary school       : SD N 31 Pontianak
Junior High School     : SMP N 3 Pontianak
Senior High School     : SMA N 1 Pontianak
College                        : STAIN Pontianak (S1 degree)

Works experiences:
Lecturer of Macro Economy at Syari’ah Major of STAIN Pontianak
Tuttor Assisstance of Environmental Economics of Universitas Terbuka (UT)
Operational Manager at Kemysantra Science Center (KSC)

Training courses attended:
National Seminary: Redikalsai Pemahaman dan Sikap Keberagamaan 2011
Basic Writing Training of FLP Kalbar 2010
Certificate of Jelajah Nusantara Dirjen KesBangPol 2010
Training Mediator Profesional di Pontianak oleh Walisongo Mediation Center tahun 2010
Project Management Training di Pontianak oleh Walisongo Mediation Center 2010
Leadership Workshop BADKO Kal-Bar 2010
Certificate of Pendidikan Bela Negara di Wilayah Perbatasan 2010
National Seminary; Strategi Percepatan Pembangunan Kawasan Perbatasan Sebagai Serambi Depan Negara dalam rangkaian MUNAS LAPMI 2010
Training: Pelatihan membaca dan membedah APBD BEM UNTAN 2008
Pelatihan Koperasi dan Kewirausahaan Tingkat Pelajar dan Mahasiswa 2008
Seminary of Pendidikan anti Kekerasan menuju Kalimantan Barat yang Semakin Cerdas dan Bermartabat oleh PII Kal-Bar 2007
Technical Scientfic Writing Training of STAIN Pontianak 2007
National Intermediate Training (Latihan Kader II) untuk anggota HMI bertempat di Malang tahun 2006

Organisational experiences:
Girl Scout Movement in STAIN Pontianak as member
HMI (executive of Islamic association of university student branch Pontianak) as secretary
HMI (executive of Islamic association of university student branch Pontianak) as Head of PPPA
CAIREU (Center of Accelerating of Inter-Religion and Ethnic Understanding) as activist
BEM (Badang Eksekutif Mahasiswa) STAIN Pontianak as Treasury
HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Syari’ah STAIN Pontianak as Information and Communication Secretary

Main Publications:
Article: “Peran Mediasi Konflik dalam Membangun Masyarakat Multikultural” year 2011 published in a book entittle; Suara Kami Buat Perdamaian: Refleksi atas Nestapa dan Cita-cita Perdamaian di Kalbar
Thesis: “Perilaku Konsumtif dalam Islam (Studi Komparasi Perilaku Konsumtif Antara Mahasiswa Jurusan Dakwah dan Mahasiswa Jurusan Syar’ah Angkatan Tahun 2005 Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak year 2010
Article: “Selayang Pandang Sejarah dan Perkembangan Perbankan Islam” year 2009 published in a book entittle; Ekonomi Islam: Sekarang dan Masa Depan
Short story: “Hujan di Kota Kecil” year 2009 published in Pontianak Post
Article: “Lembaga Zakat dan Pemahaman Ummat Terhadap Zakat (1)” year 2008 published in Borneo Tribun
Article: “Lembaga Zakat dan Pemahaman Ummat Terhadap Zakat (2)” year 2008 published in Borneo Tribun
Article: “Krisis Global Akibat Paradigma Kapitalisme” year 2008 published in Borneo Tribun
Poem: “Tanpa-Mu” year 2007 published in Change News Letter


Sebuah Renungan: PROVOKED


Provoked: sebuah film tentang perjuangan seorang perempuan India korban kekerasan domestic yang membunuh suaminya dalam mencari keadilan di mata Hukum Negara berperadaban tinggi, Inggris. Awalnya, semua orang menyalahkannya, laki-laki, perempuan, hukum bahkan orang-orang yang jelas menjadi saksi hidup atas kekerasan yang  dialaminya. Tapi semua diam, bahkan memberi kesaksian bohong atas rasa sakit fisik dan psikis yang dialaminya selama 10 tahun. Kiran, nama perempuan itu, akhirnya mendobrak tradisi sekaligus melanggar hukum positif karena kekerasan yang selama bertahun-tahun menderanya dari orang yang paling dikasihinya. Pada suatu malam ketika rasa sakit itu memuncak dan air mata telah membuncah tak terkendali, Kiran menyulut nyala kecil pada lilin yang akhirnya membakar hangus sang suami, hingga akhirnya sang suami meninggal dunia.
Peristiwa ketidakadilan yang dialami Kiran di rumah suaminya sendiri, tidak lantas berakhir pasca kematian suaminya. Ketidakadilan tersebut kemudian kembali harus dihadapi Kiran pada ranah hukum formal. Hukum di Inggris pada masa itu hanya melihat Kiran sebagai tersangka yang membunuh suaminya, tanpa menelisik pemicu dibalik pembunuhan tersebut, yang ternyata adalah kekerasan domestic yang menimpa Kiran selama sepuluh tahun.
Perjuangan Kiran dalam film yang merupakan dokumentasi kisah nyata ini, merupakan kunci revolusi hukum di Inggris.  Isu mengenai perempuan dan kekerasan domestic (KDRT) pada akhirnya menjadi isu yang juga diperhatikan semenjak mencuatnya kasus Kiran tersebut. Namun, perjuangan untuk menjadi setara dan dilindungi bagi perempuan tidak akan pernah usai karena masih banyak Kiran-Kiran lain yang belum tersentuh keadilan yang sesungguhnya.
Demikianlah, synopsis ringkas sebuah film yang baru saja aku saksikan. Benar-benar nyata, hingga rasanya bisa kuhirup seperti udara. Benar-benar menyentuh, hingga mungkin menimbulkan trauma tersendiri bagiku. Benar-benar tak terlupakan, setiap adegan terekam jelas dalam memoriku, pukulan, tendangan, tamparan, perkosaan yang dilakukan oleh orang yang paling dicintai, membuatku seolah-olah dapat merasakan setiap jengkal luka dan rasa sakitnya. Namun, satu hal yang paling nyata adalah ketidakadilan yang kerap kali dialami oleh korban kekerasan perempuan, ketidakadilan di rumah sendiri dan bahkan ketidakadilan di mata hukum.
Sebagian besar orang buta akan isu ini, bahkan memilih untuk pura-pura buta karena sensitivitas kesetaraan gender yang rendah atau karena paradigm partriarkhi yang meraja menyebabkan kewajaran bahwa “sudah selayaknya” perempuan sebagai makhluk kelas dua. Selain masyarakat dan hukum, ternyata agama juga terkesan tidak peka terhadap isu ini. Meskipun mungkin ada dalil-dalil agama yang mengukuhkan bahwa perempuan bukanlah makhluk kelas dua, tetapi interpretasi yang kerapkali misoginis merupakan hak prerogative penafsir yang mayoritas paradigmanya adalah partriarki.
Parahnya lagi, ketika perempuan secara harfiah telah menjadi korban kekerasan di rumah tangganya, mereka bahkan tidak menyadari bahwa mereka adalah korban dan tetap bertahan dengan menganggap wajar terjadinya kekerasan tersebut pada diri mereka sendiri. Sekali lagi ini tentang paradigm, paradigm yang telah mengakar dan dianggap benar, paradigm patriarki dimana laki-laki adalah makhluk superior sementara wanita adalah makhluk kelas dua.

Kamis, 01 September 2011

Have No Idea


I still have no idea what to write. My mind is full lately. Many things happen so fast and do not give me a minute to breath.  I really want to stop for a while, only stop to see around what I have left behind, count every step, understand every sighs, appreciate every moment indeed.
Finally, my mom do talk to me just like before, just like nothing happen between us. But, nothing change, she is still the same. And the worse, I think she always tries to kill my dream. No girl expects this, neither do I.
I always wonder why life teaches me harder than others. I find myself can not move on nor back to my last spot. All things are problems with endless solution. I try to stay steady, but that was just pretend to be steady. I want to across everything and change many things, the choice, people that I met, life where I lived, what I have right now or at least my perspective right now.