Sabtu, 16 Juli 2011

KRISIS GLOBAL AKIBAT PARADIGMA KAPITALISME

Oleh: Zuraida*

Berawal dari kehancuran perusahaan asuransi terbesar Amerika yaitu AIG, yang terkait pula dengan krisis perumahan  Amerika Serikat akibat kredit macet, sektor keuangan Amerika Serikat mengalami guncangan dan kini berdampak hampir ke seluruh dunia, menjadi krisis keuangan global. Jika dianalisis lebih mendalam, hal tersebut sebenarnya bukanlah merupakan cikal bakal krisis global, melainkan puncak gunung es yang muncul kepermukaan. Mengapa demikian?  Bukanlah kredit perumahan yang beresiko tinggi yang harus dikambinghitamkan, bukan pula kehancuran AIG yang patut dipersalahkan, ataupun sistem perekonomian yang tidak sesuai. Tetapi, ada hal yang lebih substansi dan mendasar yang harus diubah dan jika tidak krisis di bidang ekonomi tidak akan pernah usai, yaitu mentalitas dan paradigma kapitalisme, khususnya para pelaku ekonomi.
Kemunduran perekonomian dunia yang pernah terjadi dalam tahun 1929-1932 seharusnya telah menyadarkan seluruh dunia akan paradigma kapitalisme yang merugikan. The Great Depression yang juga berawal dari keguncangan perekonomian Amerika Serikat telah menyebabkan pengangguran yang besar dan pendapatan nasional yang merosot tajam. Dalam bukunya, Sadono Sukirno (2006) mengungkapkan bahwa ahli-ahli perekonomian mazhab klasik meyakini bahwa sistem pasar bebas akan mewujudkan tingkat kegiatan ekonomi yang efisien dalam jangka panjang, namun mengakui kegagalan dalam perekonomian mungkin saja terjadi. Mengingat sistem pasar bebas dapat menimbulkan ketidakstabilan di sektor keuangan dan memperburuk prospek pertumbuhan perekonomian dalam jangka panjang.
Pengakuan teori-teori klasik tersebut kini telah terbukti, globalisasi perekonomian yang pesat menimbulkan keguncangan lagi dari negara yang sama (Amerika Serikat), meskipun teori-teori sebelumnya telah diperbaiki (oleh John Maynard Keynes) dan sistem yang digunakan berbeda. Hal tersebut membuktikan bahwa dibalik praktek perekonomian yang dilakukan terdapat paradigma dan mentalitas cacat yang perlu diperbaiki yaitu kapitalisme. Jika tidak, sehebat apapun pergantian sistem dan perbaikan teori-teori ekonomi di masa yang akan datang, krisis perekonomian tetap akan terjadi.
Secara umum, ada dua hal yang membuat paradigma kapitalisme dapat menghancurkan kemapanan sektor keuangan, bahkan di negara adidaya sekalipun,  sebagaimana istilah yang diungkapkan oleh Hendrianto, yaitu paradigma materialistiknya dan mentalitas mementingkan diri sendiri (self selfishness) para pelakunya. Hakikatnya, tidak semua hal dapat diukur dengan materi, selalu ada hal-hal yang relatif, yang berbeda menurut setiap orang dan tak selalu dapat diukur oleh manusia. Demikian pula menurut fitrahnya, manusia akan selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Namun, paradigma kapitalisme tidak mengakui hal tersebut.
Pola pikir materialistik, mengandung pengertian bahwa segala pencapaian maksimal atau kesuksesan tolak ukurnya adalah materi. Dalam perekonomian, kesuksesan terbesar adalah kemampuan finansial/ kekayaan, sehingga orang yang sukses perekonomiannya adalah orang yang kaya. Sedangkan seseorang yang telah bekerja keras sepanjang waktunya, namun belum juga mendapatkan kekayaan belum dapat dikatakan sukses. Bagi penganut kapitalisme, hasil akhir adalah tolak ukurnya. Segala usaha, parameter keberhasilannya adalah uang/ kekayaan. Lebih jauh lagi, mereka menganggap uang adalah segalanya. Uang adalah komoditi yang menguntungkan, sehingga uang dapat diperjualbelikan.
Terkait dengan krisis sektor keuangan yang melanda Amerika, pola pikir materialistik para penguasa modal terlihat pada kurang selektifnya dalam memilih kreditur perumahan, sehingga menyebabkan kredit macet. Objektivitas dalam pemilihan kreditur hanya didasarkan pada kemampuan finansial untuk membayar kredit perumahan, sedangkan sikap dan perilaku kurang diperhatikan. Dalam hal ini, norma dan etika dianggap tidak dapat menjadi standarisasi dalam kegiatan perekonomian.
Sedangkan sifat mementingkan diri sendiri, individualistis, mengandung pengertian pengaktualisasian kepentingan diri sendiri dan kepemilikan kekayaan individu/ kelompok dianggap sangat urgen dan utama. Dengan kata lain, monopoli atas materi/ kekayaan secara individual/ kelompok sangat diakui sebagai pencapaian/ kesuksesan pribadi. Sebagai akibatnya, distribusi kekayaan/ harta menjadi sangat sulit dan adanya keengganan berbagi terhadap orang/ kelompok lain.
Sebagai akibat penguasaan kekayaan (uang) oleh individu atau sekelompok orang saja, sebagaimana penguasaan AIG pada sektor keuangan Amerika, stabilitas perekonomian akan ditentukan oleh sekelompok penguasa kekayaan (penguasa pasar) saja. Amerika Serikat misalnya, stabilitas perekonomian sangat terganggu ketika AIG mengalami kehancuran, mengingat AIG adalah perusahaan asuransi terbesar/ penguasa pasar di Amerika bahkan di luar negeri. Sedangkan, dunia pada saat ini terancam stabilitas perekonomiannya akibat guncangan sektor keuangan yang dialami Amerika Serikat, salah satu negara terkaya di dunia (penguasa pasar dunia).
Dengan demikian, kesadaran akan paradigma dan mentalitas kapitalisme yang menghambat kemapanan perekonomian, mampu memberikan revolusi besar terhadap segala kebijakan, sistem baru, maupun teori-teori aktual mengenai perekonomian dan upaya meredakan krisis sektor keuangan. Kesadaran ini tentunya harus diiringi dengan tindakan oleh individu maupun institusi pelaku ekonomi untuk mereduksi paradigma dan mentalitas tersebut. Misalnya, dengan cara menyadari bahwa materi (uang/ kekayaan) bukanlah komoditi melainkan hanya alat perantara dalam perekonomian, norma dan etika mutlak diperlukan dalam perekonomian sebagai pedoman untuk berekonomi secara manusiawi, serta distribusi kekayaan (uang/ modal) sehingga sendi-sendi perekonomian menjadilebih kuat dan selalu berbagi terhadap orang lain untuk menghindari monopoli individu/ sekelompok orang atas kekayaan (perekonomian).
   





*Mahasiswa Jurusan Syari’ah Program Studi Ekonomi Islam STAIN Pontianak

0 komentar:

Posting Komentar