Minggu, 15 Mei 2011

06.25 - No comments

BELAJAR MENJADI HAMBA DAN KHALIFAH DARI MUHAMMAD


“Sesungguhnya benar-benar telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi siapa saja yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir, dan dia banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21)
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan dan menurunkan Nabi Muhammad Saw dan Nabi-Nabi lainnya sebelum beliau ke muka bumi adalah sebagai suri tauladan yang baik bagi makhluk-Nya yang ingin mencapai kesempurnaan kemanusiaan dan kehambaan. Menurut Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, kata ‘Uswatun Hasanah’ dalam ayat tersebut mengandung pesan contoh atau model yang baik, indah, dan sempurna. Di dalam diri Rasulullah Saw terdapat ilmu dan pengetahuan tentang proses diri dari segumpal daging hingga menjadi Insan Kamil. Juga, metode pengembangan genetika profetik (kenabian), pengembangan dan pertumbuhan diri, pencarian jati diri, hakikat diri, pendewasaan diri, pematangan diri, dan sebagainya.
Selain realitas tekstual yang menegaskan mengenai figuritas seorang Rasulullah, terdapat pula penegasan secara kontekstual-historis mengenai ketokohan Nabi Muhammad Saw sebagai suri tauladan bagi umat manusia. Salah satunya adalah pengakuan Michael H. Hart dalam bukunya yang menjadikan Muhammad sebagai tokoh pertama yang paling berpengaruh dalam sejarah. Hal ini megindikasikan bahwa eksistensi Muhammad Saw tidak hanya berpengaruh dan layak di contoh oleh umat Islam, tetapi juga telah diakui secara objektif dan universal. Michael H. Hart mengemukakan bahwa salah satu alasannya adalah pengaruh Muhammad tidak hanya terhadap teologi Islam, tetapi juga pokok-pokok etika dan moralnya yang dapat diterima secara universal oleh seluruh umat manusia.
Secara umum, terdapat dua kualitas diri yang dimiliki Rasulullah sebagai insan kamil, yaitu kualitas vertikal sekaligus horizontal. Kualitas manusia sebagai seorang khalifah di muka bumi sekaligus kualitasnya sebagai seorang hamba Tuhan. Dualitas kualitas diri ini kemudian melahirkan kualitas-kualias diri yang termanifestasi dalam kehidupan sehari-hari dengan semangat untuk memperoleh keridhaan dan kecintaan-Nya. Dua kualitas diri Muhammad Saw tersebut dimanifestasikan menjadi sifat-sifat manusia yang menyejarah serta memiliki dimensi kemanusiaan sekaligus kehambaan. Sifat-sifat tersebut di antaranya adalah shiddiq (benar dan jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathanah (pintar dan bijaksana).
Nabi Muhammad Saw dikenal sebagai orang yang Shiddiq (benar dan jujur). Maksudnya, apapun yang disampaikannya adalah benar, dan disampaikan secara jujur. Dalam hal ini, seorang Nabi tidak mungkin menyampaikan wahyu yang dusta dan dibuat-buat serta kejujurannya mencakup jujur dalam niat, maksud, perkataan, dan perbuatan. Muhammad juga dikenal sebagai orang yang amanah (dapat dipercaya) baik dalam perkataan, perbuatan serta contoh yang disampaikannya. Karena sifatnya yang dapat dipercaya inilah, sehingga apapun yang disampaikannya menjadi terjaga keutuhan dan kesahihannya serta dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, Muhammad juga memiliki sifat tabligh (menyampaikan). Dalam hal ini, tablig mengandung pengertian bahwa segala sesuatu yang disampaikannya adalah hal-hal yang layak disampaikan tidak hanya melalui lisan, tetapi juga disampaikan melaui contoh/ teladan perbuatan yang dilakukannya. Rasulullah Saw juga dikenal karena sifat fathanah (pintar dan bijaksana). Artinya, Nabi Muhammad adalah seorang Nabi yang cerdik, pintar, berwawasan luas, memiliki pemikiran yang mendalam dan mampu mengambil keputusan dengan cepat dan bijaksana. Meskipun beliau adalah seorang yang tak memiliki kemampuan membaca dan menulis, tetapi hal tersebut tak  mereduksi maknapintar dan bijaksana yang dimilikinya, karena kepintaran dan kebijaksanaanya adalah anugrah luar biasa yang diberikan oleh Allah Swt.
Tetapi, sebagaimana yang telah diungkapkan pada ayat di atas bahwa meskipun telah tampak dengan nyata sebuah teladan yang baik dan benar dari hamba Allah yang paling sempurna yaitu Rasulullah, tidak semua hamba Allah (umat manusia) mampu menyadarinya. Hanya hamba Allah yang banyak mengingat-Nya serta orang-orang yang selalu berorientasi kepada akhirat yang mampu meneladani Rasulullah. Semoga kita menjadi orang-orang yang senantiasa meng-hamba dan me-manusia secara sempurna, senantiasa hanya mengharap rahmat dan keridhoan-Nya di setiap gerak dalam kebaikan, meng-internalisasi nilai-nilai kejujuran, amanah, serta kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya, semoga perayaan bulan kelahiran Rasulullah (maulid) tidak semata menjadi sebuah kebudayaan yang mengaburkan substansi yang semestinya dihayati dalam perayaan tersebut, tetapi menjadi sebuah indicator kearifan dan kebijaksanaan dalam beragama serta membumikan agama dalam kehidupan.   

0 komentar:

Posting Komentar