Minggu, 15 Mei 2011

06.23 - No comments

Kritik Gerakan HMI di Kampusku


Saat ini, gerakan mahasiswa sebagai wujud aktualisasi perannya sebagai agent of change (agen perubahan) dan agent of social control (agen pengawas social) sedang berada dalam kondisi dilematis. Kemunduran-kemunduran dalam “kualitas” dan “kuantitas” gerakan menjadi salah satu indikator. Begitu banyak aksi-aksi demonstrasi yang tidak efektif dan terkesan tidak mampu menyampaikan aspirasi tertentu yang sedang diusung oleh mahasiswa menunjukkan kemunduran gerakan dari segi “kualitas”. Sedangkan sepinya diskusi-diskusi dalam forum dan gerakan mahasiswa merupakan salah satu gejala penurunan “kuantitas” gerakan mahasiswa. ini adalah sebuah fenomena yang menggejala secara universal dalam dunia pergerakan mahasiswa di Indonesia.
Di sisi lain, terdapat fenomena “kembali ke kampus” pada kalangan mahasiswa kini. Mahasiswa berlomba-lomba untuk menamatkan studi di perguruan tinggi secepatnya atau dalam istilah popular disebut dengan study oriented. Mereka hanya focus pada studi mereka sehingga tidak memiliki waktu untuk mengasah kekritisan dan kepekaan mereka terhadap permasalahan social dan kenegaraan di sekitarnya. Tujuan mereka memasuki perguruan tinggi hanyalah tujuan pragmatis semata untuk mendapatkan gelar kesarjanaan dan pekerjaan tertentu yang mereka anggap layak. Akhirnya, mereka terlupa bahwa keberadaan mereka diperguruan tinggi menandakan keistimewaan peran intelektualisme yang diemban yang seharusnya dapat kontributif dan aspiratif terkait dengan persoalan-persoalan kebangsaan dan keummatan.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai salah satu organisasi mahasiswa tertua di Indonesia—yang terkenal taring perjuangannya dalam melawan PKI dan kepeloporannya dalam gerakan reformasi yang turut menjatuhkan rezim orde baru—tidak luput dari fenomena study oriented pada kader-kadernya. Organisasi yang bervisi keummatan dan kebangsaan itu kini bagaikan macan tua yang telah kehilangan cakar dan taringnya. Ditambah lagi, kasus-kasus anarkisme yang jelas menjadikan stigma tersendiri pada HMI akhir-akhir ini, semakin membuat macan tua itu tampak lusuh dan tak lagi ditakuti. Dengan demikian bagaimana mungkin akan memainkan peran sebagai moral and social force?
Keberadaan fenomena tersebut, secara kuantitas telah mengurangi jumlah mahasiswa yang mengikuti seremonial pengkaderan (Basic Training dalam HMI) untuk bergabung sebagai anggota. Secara kualitas, sepinya pemikiran-pemikiran mengenai ilmu pengetahuan dari kalangan mahasiswa, kecenderungan politisasi, pragmatisme, hedonisme, ketidakpekaan kader terhadap persoalan keummatan dan kebangsaan telah terindikasi dalam tubuh HMI. Hal tersebut tentu tak dapat dibiarkan, jika ingin mempertahankan eksistensi HMI di dunia pergerakkan mahasiswa.
Idealnya, seorang mahasiswa (apalagi yang berstatus sebagai kader HMI), secara individu bervisi keummatan dan kebangsaan serta memiliki identitas dalam aspek akademis, aspek organisasional dan aspek social politik sebagai konsekuensi dari identitas kemahasiswaannya. Dengan kualifikasi tersebut mahasiswa diharapkan mampu menjadi agent of social control dan agent of change. Keseimbangan dari ketiga aspek tersebut yang saat ini tidak dapat dilaksanakan. Di satu sisi, perlu adanya reinterpretasi dan revitalisasi terkait peran mahasiswa dalam kerangka ketiga aspek yang telah disebutkan di atas. Namun, di sisi lain fenomena study oriented juga teridentifikasi sebagai upaya sistematis yang sengaja diciptakan oleh pihak tertentu agar mahasiswa tidak dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara leluasa. Dalam hal ini misalnya upaya pembatasan secara tidak langsung dari pihak perguruan tinggi terhadap kegiatan-kegiatan mahasiswa di luar perkuliahan.
Dengan berbagai hambatan dan tantangan yang terindikasi di atas, maka upaya-upaya revitalisasi dan reinterpretasi peran serta pergerakan mahasiswa menjadi urgen. secara harfiah, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan diskursus-diskursus, workshop-workshop, serta diskusi-diskusi terkait dengan upaya penumbuhan ghiroh dan kesadaran mahasiswa itu sendiri. Namun, selain itu, perlu upaya-upaya sistematis yang berupa dukungan dari berbagai pihak yang dapat menciptakan iklim yang baik bagi aktualisasi peran mahasiswa.




  

0 komentar:

Posting Komentar