Selasa, 19 Juli 2011

SEBUAH PENANTIAN

Sudah berbulan-bulan melewati deadline dengan harap-harap cemas, deg-degan tidak karuan, badan panas-dingin dan perasaan uring-uringan. Aku, akhirnya, sampai pada satu titik dimana dengan usaha keras…aku menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan perasaan tersiksa, seraya bergumam dalam hati… “Ya Sudahlah…”
Gumaman halus, tak terdengar itu sebenarnya salah satu bentuk keluhan dan keputusasaan yang tidak dapat kututup-tutupi. Terlalu lama menanti ditambah rasa percaya diri yang alakadarnya, mungkin telah mengantarkan aku pada satu titik menyerah pada keadaan untuk saat ini, untuk kesempatan ini. Tapi bukan berarti aku menyerah sampai disini saja, kesempatan lain tetap akan kukejar…hingga usiaku menginjak 40 tahunan.
April, mei, juni, hingga jelang akhir juli…….. aku masih sering ,melihat ke luar jendela rumah, berharap seorang tukang pos singgah dan mengantarkan sesuatu untukku. Aku masih sering, berulang-kali dalam 1 jam, melirik kearah ponsel, berharap sebuah nomor kantor asing tiba-tiba menghubungiku dan memberitahukan sesuatu. Aku juga masih sangat sering, mengecek email secara teratur, berharap ada email asing-bukan spam mampir di inbox berisi sebuah pengumuman. Hmmm…benar-benar seperti orang yang tanpa akal sehat. Tapi itulah yang sering kulakukan.
Waktu penantian ini semakin terasa lama dan menyakitkan hingga pada bulan Mei, emailku rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Hatiku benar-benar sakit tanpa mampu melawan. Padahal alamat email itulah yang aku cantumkan dalam aplikasi yang di submit ke penyeleksi beasiswa. Miris. Sekarang tidak bisa lagi bolak-balik buka email hanya untuk mengecek pengumuman yang tak pasti.
Di bulan Mei juga, tiba-tiba orang tuaku memutuskan untuk memasang pengumuman menjual rumah. Sekarang sudah terpasang. Besar. Kertas HVS putih dengan print out huruf times new roman bold yang sangat besar, tertera jelas: DIJUAL HUBUNGI 77xxxx. Hatiku teriris-iris membacanya dari kejauhan rumah tetangga di depan rumahku. Kini kegiatan mengintip pak pos dari jendela rumah menjadi kegiatan yang amat menyedihkan. Dalam hati aku bertanya…kira-kira sampai berapa lama lagi aku bisa menanti kedatangan pak pos dari jendela ini? Sekali lagi dengan tarikan dan hembusan nafas yang benar-benar menyiksa. Satu hal yang bisa kulakukan, berdoa, semoga pak pos segera datang dan mengantarkan surat yang kutunggu sebelum kami pindah rumah.
Pada bulan Mei juga, aku baru ingat, pada saat pengiriman berkas lamaran beasiswa, aplikasiku sempat bermasalah karena perpindahan alamat panitia penyeleksi beasiswa. Beberapa minggu sebelum deadline beasiswa, dengan percaya diri aku membawa berkas yang telah rampung dengan alamat tujuan yang jelas ke kantor pos untuk dikirim. Tiba-tiba keesokan harinya, dapat kabar dari sobat bahwa alamat panitia penyeleksi beasiswa telah pindah, sementara aplikasi beasiswa telah kukirim ke alamat lama. Seketika itu juga tubuhku langsung panas-dingin, perasaan cemas berlebihan, dan tentu saja tampang kusut yang menyedihkan. Sekali lagi, saat itu akau menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perasaan hampa. Dengan berusaha untuk sabar, aku kembali ke kantor pos dan mengantarkan alamat terbaru panitia penyeleksi beasiswa, berharap petugas kantor pos punya solusi yang melegakan. Dari keterangan mereka, berkasku belum sampai ke alamat tujuan lama dan masih bisa diganti alamatnya ketika berkasnya tiba di Jakarta. Beberapa hari kemudian, aku sibuk bolak-balik kantor pos, untuk memastikan berkasku ditangani dengan benar dan alamatnya diganti dengan alamt baru. Meski tidak melegakan, akhirnya aku berhenti bolak-balik kantor pos setelah petugas posnya bilang bahwa berkasku sudah sampai dan diterima oleh salah satu petugas keamanan di alamat baru…yang aku lupa siapa namanya. Saat itu hatiku benar-benar hancur. satu-satunya yang bisa kulakukan adalah berharap bahwa semuanya baik-baik saja. semoga kantor pos di Indonesia benar-benar bisa dapat dipercaya.
juli, hari ini, ketika aku menulis catatan memilukan ini...aku sudah benar-benar tidak berharap lagi pemberitahuan yang menyenangkan dari AMINEF. meski, kalau dipikir-pikir, hampir berdarah-darah, bercucuran keringat dan bergelimangan air mata, aku menyelesaikan berkas beasiswa itu. demi sebuah usaha maksimal dalam merampungkan berkas beasiswa AMINEF ini, dengan kepercayaan diri yang entah darimana aku berhasil melakukan korespondensi dengan salah seorang Profesor Ekonomi Pembangunan di Amerika. demi ini juga, bermalam-malam kurang tidur telah aku lalui, "kediaman ibu" dan omelan bapak. tapi .... Ya sudahlah....sebuah suara dari lubuk hatiku seolah berbisik: "Kau belum melakukan apapun. kau hanya berkeluh kesah. teruslah bersemangat karena cepat atau lambat kesempatan itu akan jadi milikmu. jika kau berhenti sekarang berarti kau memutuskan untuk berhenti mewujudkan mimpimu. Tuhan selalu bersama orang-orang yang berusaha!"

2 komentar:

Mancaaaap.....ayo semangat menunggu...paling tidak ada alamat alternatif yang dicantumkan di aplikasi itu... ^^,

semangat gila-gilaan....harus dapat, bagaimanapun caranya xixixi :D

Posting Komentar