Sabtu, 16 Juli 2011

DILEMA DALAM BANK ISLAM: PROFIT SHARING Vs REVENUE SHARING

Oleh: Zuraida

Salah satu karakteristik Bank Islam, yang juga menjadi pembeda mendasar antara Bank konvensional dan Bank Islam adalah sistem bagi hasilnya. Sistem bagi hasil itu sendiri, menurut Ach. Bakhrul Muchtasib, adalah sistem dimana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Namun, dalam perkembangannya bagi hasil dapat dilakukan melalui 3 macam pendekatan. Pendekatan profit sharing, revenue sharing dan profit and loss sharing.
Pada tataran ideal, pendekatan yang digunakan seharusnya adalah pendekatan profit and loss sharing, yang di dalamnya akan sangat menyentuh seluruh aspek baik positif maupun normatif sebuah aktivitas perekonomian yang Islami (Ekonomi Islam). Namun, permasalahan klise yang menghadang penerapan ini selalu saja muncul, yaitu kurangnya sosialisasi terhadap pemahaman menyeluruh mengenai sistem perbankan Islam pada khususnya. Maka dari itu, pada awal-awal masa penerapan mekanisme perbankan Islam, pendekatan bagi hasil yang digunakan adalah pendekatanm profit sharing, dengan pertimbangan pendekatan ini lebih familiar dan digunakan demi kemaslahatan bersama, baik pihak bank maupun nasabah pada khususnya.
Secara umum, profit sharing adalah pendekatan dimana bagian yang dibagi hasilkan adalah hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk proses perolehan pendapatan tersebut. Jadi, dalam menetapkan bagi hasil, bagian pendapatan yang dibagi adalah bagian yang telah dikurangi dengan beban-beban yang ditanggung pihak pengelola, sedangkan jika pendapatan tidak lagi mencukupi untuk dibagi hasilkan (karena telah terpakai untuk memenuhi beban-beban pengelolaan)/ merugi, maka kerugian ditanggung bersama oleh pihak pengelola (nasabah) dan pihak pemilik modal (Bank).
Namun, kemudian disadari bahwa pendekatan ini memiliki kelemahan yang cukup merugikan, terutama bagi pihak perbankan. Mengapa demikian? Pertama, Bank Islam belum dapat bersaing dengan bank konvensional jika menggunakan pendekatan bagi hasil ini. Dengan pendekatan profit sharing, bank tidak dapat terus menjaga konsistensinya untuk memperoleh pendapatan dengan jumlah yang diharapkan, malahan rentan akan penanggungan kerugian akibat kerugian nasabah. Kedua, dengan pendekatan ini, memungkinkan terjadinya tindakan zalim dari nasabah terhadap pihak perbankan. Dengan bagian bagi hasil yang diasumsikan TR (Total Revenue) lebih besar dari pada TC (Total Cost), maka membuka peluang bagi nasabah untuk mengestimasikan biaya-biaya fiktif untuk kemudian digelapkan sebelum pendapatannya dibagi hasilkan dengan pihak bank.
Oleh karena itu, sebagai alternatif yang digunakan, MUI melalui Fatwanya memperbolehkan bank Islam mempergunakan pendekatan revenue sharing dalam bagi hasil. Sebagai salah satu pertimbangannya, diharapkan dengan pendekatan ini pihak bank Islam dapat bersaing dengan bank Konvensional, dalam hal ini kerugian yang diterima pihak bank Islam dengan pendekatan profit sharing dapat dieliminir.
Secara umum, revenue sharing bagian bagi hasilnya didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima tanpa dikurangi biaya-biaya yang digunakan selama proses pengolahan. Artinya, bagi hasil akan tetap dilakukan dengan menggunakan pendapatan kotor (yang belum dikurangi biaya), sehingga biaya-biaya ditanggung oleh nasabah (pihak yang mengelola usaha). Dalam kasus ini bank sebagai pemilik dana cenderung tidak menanggung resiko yang terlalu besar. 
Namun, ternyata sistem ini juga tidak akomodatif. Dengan pendekatan ini, pihak nasabah (sebagai pengelola usaha) akan dirugikan, karena meski nasabah mengalami kerugian dalam usahanya, mereka tetap harus membayarbagi hasil melalui pendapatannya sendiri. Jika nasabah telah merasa pihak bank Islam bertindak zalim dengan menerapkan ketentuan tersebut, maka tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa kepercayaan nasabah terhadap bank Islam akan berkurang. Jangankan hendak mensosialisasikan Ekonomi Islam, jika kepercayaan nasabah telah luntur, maka asumsi yang akan muncul adalah bank Islam sama saja dengan bank konvensional.
Salah satu poin penting dari pendekatan revenue sharing ini adalah jika dibandingkan dengan profit sharing, maka pendekatan ini lebih mementingkan kemaslahatan orang banyak, mengurangi kemudharatan yang lebih buruk dengan kemudharatan yang lebih kecil. Meskipun terkesan zalim terhadap nasabah, namun untuk menghindari resiko penyelewengan dana oleh nasabah melalui pendekatan profit sharing, dengan bagi hasil melalui pendapatan.
Sebagai solusi yang diharapkan mampu meredakan kondisi dilematis antara penerepan profit sharing ataupun revenue sharing adalah penerapan bagi hasil dengan pendekatan profit and loss sharing. Dengan pendekatan ini diharapkan baik pihak nasabah maupun bank Islam sendiri tidak lagi terzalimi, bank Islam akan tetap mampu bersaing dengan bank konvensional dan tidak memungkinkan lagi terjadinya penyelewengan dana oleh pihak nasabah. Besar harapan berbagai pihak bahwa sosialisasi Ekonomi Islam dapat terjadi secara maksimal sehingga alternatif ekonomi yang lebih transenden sekaligus membumi dapat diterapkan dengan baik.

0 komentar:

Posting Komentar