Senin, 01 Agustus 2011

Konsumtivisme Masyarakat Muslim Menjelang Lebaran

Konsumtivisme Masyarakat Muslim Menjelang Lebaran 
Oleh Zuraida Thamrin
           Menjelang hari raya Idulfitri atau yang bertepatan dengan penghujung Ramadan, sebuah fenomena menarik yang dapat kita saksikan secara nyata adalah terjadinya pemborongan besar-besaran terhadap segala jenis kebutuhan hidup baik berupa makanan, pakaian, properti rumah tangga sampai pada kebutuhan-kebutuhan yang bersifat sekunder sampai tersier. Jika dicermati, sesungguhnya fenomena ini menampakkan sebuah kecenderungan akan peningkatan konsumsi masyarakat secara umum.
Dalam hal tersebut beberapa bukti telah dapat dipaparkan dari hasil penelitian penulis terhadap 7 orang responden yang semuanya berdomisili di daerah sungai jawi, dengan pertanyaan yang berkaitan dengan identitas pribadi responden, besarnya pengeluaran keluarga dalam rangka menyambut lebaran, komentar responden mengenai pengeluarannya sendiri dan mengenai usaha tambahan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi pengeluaran yang berlebihan menjelang lebaran. Dari wawancara tersebut dapat dilihat indikasi-indikasi yang menunjukkan meningkatnya konsumsi responden.
Pada pertanyaan pertama mengenai identitas responden, didapati bahwa responden berasal dari berbagai kelas sosial serta profesi yang berbeda. Ada responden yang berprofesi sebagai tukang bangunan, supir truk (dengan mobil pribadi), dosen, guru, 2 orang pegawai kantoran (PNS) dan pegawai swasta. Dari berbagai profesi tersebut dapat kita ketahui pula tingkatan pendidikan responden yang beragam, dari yang paling rendah hingga yang berpendidikan tinggi.
Pertanyaan kedua bertujuan untuk mengetahui pengeluaran responden menjelang lebaran yang beikutnya akan dapat diketahui tingkatan konsumsi responden. Adapun pertanyaan kedua ini berkaitan dengan  tingkat konsumsi responden yaitu berapa besarnya pengeluaran responden. Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa kisaran pengeluaran responden adalah Rp.300.000,00-Rp.1.200.000,00 yang bila dilihat sepintas termasuk besar jika dibandingkan dengan pengeluaran-pengeluaran di bulan-bulan lainnya.
Pertanyaan ketiga dan keempat adalah jenis-jenis pengeluaran responden dan komentar responden mengenai perbandingan pengeluarannya sendiri baik saat lebaran dengan pengeluaranya sehari-hari (pengeluaran biasa per bulannya). Responden diharapkan dapat menilai pengeluarannya sendiri, berapa besar konsumsinya yang dapat menetukan berapa tingkan konsumtifnya. Dari hasil wawancara tersebut didapati bahwa hampir seluruh responden bertindak lebih konsumtif menjelang hari raya. Ada beberapa pengeluaran tambahan yang tidak lumrah sebelum hari raya dan bulan ramadahan menjadi pengeluaran yang dianggap penting pada hari raya. Adapun jenis-jenis pengeluaran yang menjadi urgen bagi para responden adalah, anggaran untuk baju baru, biaya pembuatan kue dan hidangan khas lebaran, membeli perabotam rumah tangga baru, anggaran uang saku hari raya untuk keluarga-keluarga, parsel untuk rekan kerja, pembayaran zakat dan renovasi rumah. Namun, tidak semua responden yang menganggarkan hal-hal tersebut sebagai pengeluarannya, hal tersebut juga dipengaruhi tingkat pendidikan, jenis profesi serta pendapatan yang diperoleh.
Sedangkan pertanyaan kelima adalah mengenai usaha responden meminimalisasi pengeluarannya menjelang lebaran. Dari jawaban-jawaban yang diberikan responden dapat disimpulkan bahwa responden memang mengakui bahwa terdapat peningkatan pengeluaran menjelang lebaran sehingga responden berusaha untuk mengurangi pengeluaran-pengeluaran tersebut pada hari raya berikutnya.
Dari hasil keseluruhan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa dari responden yang menjadi sampel dapat membuktikan adanya pengingkatan konsumsi rumah tangga dengan berbagai jenis pengeluaran tambahan khas hari raya. Peningkatan ini dapat dikatakan cukup drastis jika dikaitkan dengan ramainya jumlah pembeli baik di pasar tradisional maupun di supermarket bahkan mal-mal. Menjelang hari raya tersebut pusat-pusat perbelanjaan terlihat padat akan pengunjung.
Sebenarnya fenomena tersebut adalah salah satu ironi, salah satu ketimpangan antara teori atau konsep ideal ekonomi Islam dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Apalagi momen yang dihadapi bukanlah perayaan biasa, melainkan perayaan idul fitri setelah satu bulan berpuasa menahan nafsu dimana nilai-nilai kesederhanaan, menahan diri dari berlebih-lebihan sangat dianjurkan tidak mampu menekan peningkatan konsumsi malah terjadi peningkatan yang sangat drastis sehingga masyarakat muslim lebih konsumtif.
Momen penghujung ramadhan dan menjelang lebaran seharusnya dapat dimaknai dengan lebih bijak oleh masyarakat muslim pada khususnya. Bulan ramadhan, bulan yang menjadi bulan penempa bagi umat muslim, dimana nilai-nilai Islam seharusnya lebih terbangkitkan dan lebih melekat pada umat muslim yang menjalankannya, seharusnya dapat menghindarkan umat muslim dari sifat konsumtif. Umat Islam juga seharusnya lebih memahami bagaimana sebetulnya anjuran Islam dalam hal konsumsi.
Dalam Islam, konsumsi seharusnya didasarkan kepada kebutuhan bukannya keinginan individu. Dalam hal ini, yang dimaksudkan tujuan konsumsi dalam Islam adalah kemaslahatan atau kesejahteraan bersama atau kemanfaatan bukannya kepuasan maksimal individu. Dalam hal ini Monzer Kaft mengungkapkan tiga prinsip dasar yang menjadi fondasi dari teori perilaku konsumsi yaitu keyakinan akan hari kiamat dan kehidupan akhirat, konsep sukses dan kedudukan harta. Fondasi perilaku konsumsi tersebut bermaksud bahwa, tujuan dan perilaku konsumsi seorang muslim hendaknya dilandaskan pada kesejahteraan bersama, tidak berlebih-lebihan, tidak mubazir dan perbanyaklah konsumsi yang berorientasi akhirat.
Untuk itu, penulis menghimbau kepada masyarakat muslim untuk lebih memaknai ramadhan dan hari raya Islam dengan lebih bijak, esensilah yang seharusnya dipahami, jangan menjalankan ibadah puasa dan perayaan idul fitri sebatas ritual rutin tanpa memahami makna yang terkandung didalamnya. Hal ini bertujuan unuk mengurangi kesenjangan antara konsep dan aplikasi dan mengurangi ironi-ironi yang terjadi dan tentunya Islam dapat diterapkan secara kaffah.

0 komentar:

Posting Komentar