Rabu, 10 Agustus 2011

PENDIDIKAN BAIK, PENDIDIKAN MURAH, MUNGKINKAH??


Oleh: Zuraida

”Untuk peserta didik minimal dari tingkat dasar sampai lanjutan atas kita perjuangkan GRATIS!!! Insya Allah.”
Demikianlah kira-kira kutipan dari orasi bermuatan kampanye salah seorang calon gubernur Kalimantan Barat yang disampaikannya pada seminar pendidikan Islam di Kalimantan Barat yang diadakan oleh STAIN Pontianak. Kenyataannya, pendidikan murah adalah statement yang sringkali dijanjikan baik oleh orang-orang yang berkampanye dengan tujuan tertentu maupun oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan (pemerintah). Tentunya jenis pendidikan yang terbaik yang dijanjikan oleh pihak-pihak tersebut dengan kompensasi murah atau bahkan tanpa kompensasi sama sekali. Namun, tanpa disadari justru statement pendidikan gratis inilah yang menimbulkan suatu pemahaman dilematis dalam dunia pendidikan di Indonesia. Suatu pertanyaan besar kemudian muncul ke permukaan bahwa mungkinkah mengusahakan pendidikan yang baik dengan harga murah bahkan mungkin gratis??!
 Untuk mencoba menjawab pertanyaan tersebut, kita harus berangkat dari sebuah pemahaman mengenai konsep pendidikan yang baik. Menurut Moh. Haitami Salim dalam seminar pendidikan tersebut, menyampaikan paling tidak terdapat lima kualifikasi yang harus dimiliki oleh sebuah institusi pendidikan Islam, yang terlepas dari itu terdapat empat poin yang dapat dipahami sebagai standarisasi pendidikan yang baik. Keempat kualifikasi tersebut adalah, mutu pendidikan, sistem pembelajaran yang memadai, sarana, fasilitas yang mendukung serta tenaga kependidikan yang berkompeten.
Mutu pendidikan secara umum terkait dengan kualitas seluruh elemen pendidikan yang secara ideal dapat dikategorikan berkualitas atau bermutu baik dan dapat bersaing dengan mutu pendidikan negara lain yang telah menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai basisnya. Jika menilik kenyataan mutu pendidikan Indonesia sekarang, maka mutu pendidikan dapat dikatakan sangat rendah, selain dikarenakan berbagai kualitas elemen pendidikan yang tidak memadai, juga karena belum diterapkannya aplikasi-aplikasi yang dapat menunjang dunia pendidikan secara maksimal atau bahkan belum diterapkan sama sekali.
Poin kedua, sistem pembelajaran yang memadai. Yang dimaksudkan dengan sistem pembelajaran adalah sebuah inti atau core yang mengatur segala konsep-konsep beserta jabaran aplikasinya secara sistematis mengenai bagaimana suatu pembelajaran diselenggarakan. Sebuah sistem  pembelajaran yang baik adalah sistem yang mampu menjadikan kegiatan transformasi ilmu dan nilai moral berlangsung dengan baik, mampu dipahami dan memberikan pemahaman yang baik kepada peserta didik.
Poin ketiga, adalah minimnya sarana dan fasilitas yang menunjang maupun yang merupakan komponen pokok untuk berlangsungnya kegiatan dalam pendidikan. Dalam hal ini media untuk mentransformasikan ilmu dan nilai moral memiliki banyak macam mulai dari yang paling sederhana yaitu media insani (pendidik sebagai media) sampai cara-cara yang paling rumit dan dengan media bantu yang tidak sederhana atau bahkan menggunakan teknologi terapan yang sangat menunjang kegiatan tersebut. Selain itu, tempat berlangsungnya kegiatan kependidikan juga termasuk sarana dan fasilitas yang harus diperhatikan, seperti sekolah, hendaknyalah memenuhi standar dapat menimbulkan perasaan menyenangkan dalam proses pendidikan.
Dan poin terakhir adalah tenaga kependidikan yang berkompeten. Tenaga kependidikan yang berkompeten dalam hal ini adalah guru. Seseorang yang akan menjadi guru akan menempuh proses yang panjang dan tidak sebentar, apalagi untuk menjadi guru yang berkompetensi. Seorang guru tidak hanya harus berilmu tetapi juga harus mampu menyampaikan ilmu yang dimilikinya dengan kepribadian yang baik dan dapat dijadikan contoh oleh para peserta didiknya.  
Dari kualifikasi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahwa untuk mencapai sebuah predikat pendidikan baik harus melalui banyak proses dan kompleks. Proses dan kompleksitas tersebut memerlukan banyak pengorbanan dan yang paling banyak adalah korban materi. Karena kompensasi materi yang tidak sedikit tersebut maka, sudah dapat dipastikan bahwa untuk menyelenggarakan sebuah pendidikan yang baik diperlukan harga yang mahal.
Kenyataan di atas seharusnya memberi penyadaran pada kita bahwa terasa tidak mungkin mencapai pendidikan murah apalagi gratis untuk mendapatkan pendidikan baik dengan kualifikasi ideal. Ada banyak hal yang harus dibayar untuk itu dan tidak mungkin dengan kompensasi yang sedikit. Statement-statement yang disampaikan diawal hanya seperti sebuah fatamorgana yang akan selalu menerbitkan harapan pendidikan murah bahkan gratis akan mungkin terwujud.
Secara konkrit, sebetulnya hanya terdapat dua kemungkinan dalam hal ini, yaitu pendidikan yang murah atau pendidikan yang baik. Tak banyak orang yang menyadari bahwa ada satu permasalahan sentral kependidikan yang sebetulnya sangat substansi. Permasalahan tersebut adalah pemerataan pendidikan. Selama ini yang luput dari pemantauan adalah bagaimana pemerataan itu sendiri. Pendidikan sebenarnya belum menjadi hak semua orang. Karena terkadang pendidikan meminta kompensasi yang terlampau mahal yang memang khusus didirikan bagi orang-orang yang memiliki kemampuan membayar tinggi. Sehingga orang-orang yang tak memiliki kemampuan tinggi untuk itu tidak mampu mengenyam pendidikan tersebut.
Untuk itulah tanggung jawab semua oraang tentunya untuk berbagi pendidikan atau memberi kesempatan yang sama kepada setia orang untuk mengenyam pendidikan yang layak-paling tidak- karena impian pendidikan baik dan murah belum terwujud. Dengan usaha-usaha yang dilakukan seperti Gerakan  Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), mudah-mudahan dapat meratakan pendidikan dan perlu usaha-usaha lainnya yang sejenis dalam rangka menjadikan pendidikan terasa lebih ringan bagi orang lain yang membutuhkan.

1 komentar:

Anak ekonomi syariah tapi bicara pendidikan.... muantap!!!

Posting Komentar